Resonansi
Wajah itu tersenyum, tangannya terulur seolah ingin meraih ku yang tepat 5 langkah di hadapannya. Aku canggung , langkah seketika kaku. Namun tiba-tiba aku tersandung, tubuhku jatuh ke belakang. Oh tidak! Jurang!
Aku tersentak
"Oh cuma mimpi"
Ku kira aku akan mati setelah terjatuh dari tebing itu. Jantungku berdebar kencang entah karena mimpi jatuh , atau karena ia lagi-lagi hadir di mimpiku.
Jarum jam di kamar menunjukkan pukul 02.30 , Tuhan memanggilku, Maha suci Allah yang selalu mengilhamkanku untuk menemui-Nya pada waktu-waktu yang tepat untuk bermesraan dengan-Nya. Melalui setiap mimpi yang membangunkan, gigitan nyamuk, atau suara-suara penghuni malam yang memecah sunyi.
Malam itu sedikit berbeda, hatiku tak tenang kala wajah bersahaja itu terus menghantui. Senyumnya sering tiba-tiba muncul pada waktu yang tak terduga, suara beratnya selalu seperti terdengar setiap saat padahal aku hanya bertemu satu kali dalam seminggu.
Ku akhiri lamunaku, ku basuh wajah yang masih mengantuk dengan dinginnya air wudhu.
Rakaat demi rakaat ku rampungkan.
Dalam doa di sepertiga malam, lagi... Ku sebut namanya.
Benar, tak semua kata bisa terucap rapi melalui lisan , bahkan sekalipun di depan Tuhan. Malam itu percakapan hati dengan yang maha memiliki , beresonansi. Getaran itu jelas , jantungku berdebar, namun terasa tenang.
Malam itu ku titipkan nama pria bermata sendu dan ku lepas segala pengharapan. Ku berbisik pada sajadah di penghujung pertemuan ku dengan tuhan. Ku bilang "Tuhan aku titip dia, jika memang dia orangnya , jagalah dia juga diriku, jangan buat aku lebih banyak mengingatnya dari pada Mu."
Kita sering dibutakan cinta. Merasa dapat meraihnya tanpa izin yang maha memiliki, merasa kecewa ditinggalkannya padahal itu sudah kehendak yang maha memiliki. Kita lupa, bahkan karena Nya lah kita dapat merasakan cinta.
Akhirnya dia banyak mengadu di sepertiga malam. Alhamdulillah ughtea..
BalasHapusAlhamdulillah sebaik-baik tempat mengadu
Hapus